Senin, 30 Mei 2016

Alpha-Omega, Gagasan “Pengulangan” Plato, Mengungkap Misteri Surga yang Hilang

Pengantar oleh: Ahmad Y. Samantho:
“Subhannallah wal hamdulillah, Puji Tuhan Allah, Rahayu Sagung Dhumadi. Ternyata apa yang sejak dulu sudah menjadi keyakinan saya dan 

saya publikasikan sejak 2008, Bahwa Nusantara adalah “Yang Awal dan Yang Akhir dari Peradaban Umat Manusia”, antara lain dalam buku saya PERADABAN ATLANTIS NUSANTARA, yang saya ungkapkan lebih sebagai suara hati, intuitif, kreteg rahsa batiniah, dengan sedikit penjelasan ilmiah.  Kini ada saudaraku seimanku, Christ Boro Tokan, yang dapat menjelaskannya  panjang lebar secara filosofis-religious ilmiah.” Semoga ini dapat menjadi kesadaran atau memicu kebangkitan masyarakat dunia, kebangkitan kaum beriman secara global, untuk menjemput Zaman Baru di bawah kepemimpinan “Dwi Tunggal” Imam Mahdi AS dan Yesus Christus (Budak Angon dan Budak Jangotan, saur Uga Wangsit Siliwangi, atau Satrio Pininngit menurut Prabu Joyoboyo) di Akhir Zaman ini. Amin YaRabb al-Alamin”.


Alpha-Omega, Gagasan “Pengulangan” Plato, Mengungkap Misteri Surga yang Hilang

Oleh:  Chris Boro Tokan
Pendahuluan Awal Mula (Alpha) penciptaan dalam teori The Big Bang (Ledakan Dasyat), kelak diakhiri dengan The Big Crunch (Kehancuran Dasyat). Ledakan dasyat sebagai sebuah gagasan untuk menjelaskan awal penciptaan, yang dari dulu menjadi pertentangan pandangan filsafat Hegel yang menegaskan awal kehidupan dimulai dengan ide (dunia abstrak) versus pandangan filsafat Karl Marx yang menegaskan awal kehidupan dimulai dari Materi (dunia nyata).
Konsep dunia ide dari Hegel dengan dunia nyata dari Marx, sesungguhnya berpangkal dari filsafat “Dua Dunia”-nya Plato; yang memilah Dunia Jiwa dengan Dunia Raga. Jiwa dan Raga ini menyatu menjadi diri seorang Manusia (mikrokosmis). Namun Filsuf Aristoteles mengoreksi Dua Dunia-nya Plato, bahwa sesungguhnya jiwa dan raga itu telah menyatu, dalam kenyataan pada diri seorang anak manusia.
Maka yang menjadi awal mula itu kenyataan, dunia nyata/fakta seperti sosok manusia, demikianlah misteri filosofis tentang Manusia yang mengemuka sekitar 2500 tahun lalu, (kerangka pikiran filosofis yang demikian dapat tertelusuri dalam Ernst Cassirer, melalui karyanya An Essay On Man, yang di-Indonesia-kan menjadi Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Essey Tentang Manusia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988).
Sedangkan filsuf Pitagoras bicara tentang bilangan/angka-angka. Bilangan menurut Pitagoras merupakan sesuatu yang sakral, karena bilangan atau angka-angka yang akan menyelesaikan atau membuka rahasia-rahasia tentang Alam. Filsuf Emanuel Kant menggelisahkan Dua Dunia-nya Plato, mempertanyakan Satu Dunia-nya Aristoteles. Bahwa di antara Dua Dunia itu, tentu ada sesuatu. Begitupun dalam Satu Dunia-nya Aristoteles, tentu ada sesuatu yang menyatukan.
Sesuatu di antara Dua Dunia-nya Plato, juga sesuatu yang menjadikan Satu Dunia-nya Aristoteles, merupakan sesuatu yang sangat dasyat, sangat maha, tentunya. Dalam kedasyatan dan kemahaan itu, sesuatu itu yang mendialektikan Dua Dunia-nya Plato, juga menyatukan Satu Dunia-nya Aristoteles.
Dalam perkembangan kegelisahan dari Kant dan apa yang dipertanyakannya itu dikenal sebagai filsafat dialektika (Bandingkan dengan Alan Woods dan Ted Gikrant: ‘Reason in Revolt, (1996) Revolusi Berpikir Dalam Ilmu Pengetahuan Moderen”, (2006), hal. 37-112).
Di era Filsuf Hegel, sedikit menapak langkah lebih maju lagi dari era filsuf Kant yang menunjukan adanya “dialektika” dalam Dua Dunia-nya Plato dan Satu Dunia-nya Aristoteles. Hegel mengemukan adanya dunia jiwa itu sebagai “Roh” yang mengawali Awal Mula, sebelum adanya dunia raga (Bandingkan G.W.F. Hegel. The Philosophy of History, 1956, di-Indonesia-kan dengan Filsafat Sejarah, 2007). Gagasan Hegel memicu berkembangnya dunia kefilsafatan dalam filsafat Hegel yang idealisme versus filsafat Marx yang materialisme. Perseteruan kedua aliran filsafat ini terus berkembang mengerucut ke dalam dua ideologi dunia, yakni kapitalisme-nya Hegel dan sosialisme-nya Marx (Bandingkan Alan Woods dan Ted Grant:dalam Materialisme yang Dialektik, hal.37-84, Logika Formal dan Dialektik, hal 85-112).
Alpha-Omega dan Gagasan “Pengulangan” Plato Ironisnya justru kapitalisme yang menjadi jelmaan spirit idealisme, sering para penganutnya terjebak dan tersungkur dalam lumpur materialisme. Bahkan sangat materialis para penganut kapitalis dari pada para penganut sosialis yang dasar spiritnya pada materi, dunia nyata.
Keterjebakan kedua ideology (Kapitalisme dan Sosialisme) dalam lumpur materialis, dunia nyata itu yang menegaskan kembali kesahian gagasan filsuf Plato dalam Dua Dunia-nya, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia nyata itu hanya pengulangan (photo copy) dari dunia abstrak. Dunia abstrak sebagai dunia kesempurnaan yang terjelaskan dalam dunia jiwa (dunia ide), bagi Plato merupakan dunia kesempurnaan yang pengulangannya di dunia nyata. Dunia abstrak sebagai sebuah dunia yang penuh kesempurnaan itu, sesungguhnya dunia apa? Pertanyaan itu juga telah menggelisakan Kant, yang mengatakan bahwa antara Dua Dunia Plato itu (antara jiwa dan raga) ada terdapat “sesuatu”. Jawaban atas pertanyaan itu, adalah bahwa ada “Roh”.
Jawaban ini disinggung Hegel, hanya filsuf ini tidak mengelaborasi secara tegas, bahkan sering mencampuraduk/menyamakan dunia jiwa dengan dunia abstrak (roh). Maka peseteru (musuh) abadi Marx, tetap bersikukuh dengan antitesanya bahwa yang awal mula itu dunia nyata (dunia raga), bukan dunia abstrak yakni dunia ide (dunia jiwa) sebagai tesis dari Hegel. Sesungguhnya dunia jiwa (ide) yang menjadi pertama dari dunia raga (nyata/materi), namun masing-masingnya saling dialektik. Dalam arti dunia jiwa (ide) bergantung kepada dunia raga (materi) untuk menegaskan identitas. Sebaliknya dunia raga (materi) membutuhkan dunia jiwa (ide) untuk menyatakan keberadaan. Saling berdialektik dunia jiwa dan dunia raga, hanya bisa terjadi oleh karena ada Awal-Mula, yakni: Roh sebagai dunia abstrak.
Dari sini tercermati kekurangcermatan Hegel, yang mencampuradukan/menyamakan dunia jiwa (ide) dengan dunia abstrak (roh). Dunia Roh jika dimaknakan dalam kata Cinta-Kasih, maka dunia jiwa sangat mencintai jiwa-nya untuk dapat diketahui dalam dunia nyata, maka jiwa berkenan masuk/diberikan kepada raga. Begitupun dunia raga mencintai dunianya untuk lebih bermakna, maka memberi raganya untuk bersemayam jiwa. Masing-masing dunia jiwa dan dunia raga saling mengasihi karena masing-masing sangat mencintai dunia-nya, supaya tetap bermakna dalam penegasan identitas (dunia ide, jiwa) dan semakin nyata dalam pernyataan eksistensi (dunia nyat, raga).
Karena itu, dunia abstrak (Roh) itu yang menyatukan masing-masing mereka (jiwa dan raga) dalam hidup kehidupan melalui ledakan dasyat (The Big Bang) sebagai awal pencipta (awal mula kehidupan/alpha). Roh (dunia abstrak) pula yang kelak memisahkan jiwa dari raga dalam kematian melalui kehancuran dasyat (The Big Crunch) sebagai akhir dari sebuah kehidupan (akhir kehidupan/omega).
Gagasan Manusia (penyatuan dunia jiwa dan dunia raga) sebagai mikrokosmis dan alam sebagai makrokosmos, tentu mengandung makna bahwa inti penjelasan tentang manusia, tentu hal itu yang menjadi inti kajian pada alam. Saling kesatuan manusia dengan alam dalam hidup kehidupan melalui penyatuan dunia jiwa dan dunia raga sebagai satu kesatuan, termaklumi dalam paham integralistik dari ahli hukum adat Soepomo.
Pengulangan hal-hal abstrak (kesempurnaan) pada manusia yang terjelaskan dalam dunia jiwa ke dalam dunia raga, itu juga terjadi pada alam. Dalam arti ada awal mula (Roh) yang sempurna dengan segala keabstrakannya untuk dijelaskan dalam dunia jiwa, yang kelak diulangi/ditunjukan dalam dunia raga, dunia kenyataan.
Ada awal mula (oleh Roh) dalam keabstrakan yang dapat dijelaskan dalam dunia ide, gagasan tentang The Big Bang (Ledakan Dasyat), yang menjadi spiritdari seluruh dunia ide yang kelak terulang dalam seluruh kehidupan dunia nyata/materi. Tentu kelak ada akhir kehidupan (oleh Roh) terpahami dalam dunia gagasan/ide tentang The Big Crunch(kehancuran dasyat), yang terulang dalam akhir kehidupan raga, dunia akhirat. Sedangkan Roh itutetap hidup abadi, kekal.
Dunia Materi, raga, nyata boleh hancur berantakan berkeping-keping, dan lenyap hanyut tidak berbekas, begitupun dunia jiwa boleh tetap ada melayang-layang tidak berbentuk dan tidak beraga, larut namun tidak hanyut dalam ketenggelaman/kehancuran kosmis sehingga sering tidak terpahami dan tidak terselami. Namun roh (dunia abstrak) tetap dalam kesempurnaan untuk tetap hidup abadi.
Roh yang menjadi alpha dan omega, roh yang awal mula membuat awal kehidupan, juga roh yang membuat hidup berakhir, kehidupan akhirat. Roh yang menjadi awal mula kehidupan.  http://filsafat.kompasiana.com/2012/07/04/awal-mula-kehidupan-adalah-roh-dari-ketiadaan-melalui-ketiadaan-menuju-ketiadaan (dunia abstrak) terjelaskan dalam dunia ide, gagasan tentang The Big Bang (Ledakan Dasyat), yang terulang dalam dunia nyata (raga) di seluruh proses hidup kehidupan.
Begitupun Roh itu pula yang menjadi akhir hidup kehidupan, terjelaskan dalam dunia ide, gagasan tentang The Big Crunch (Kehancuran Dasyat), yang terulang dalam dunia nyata (raga) di seluruh proses akhir kehidupan (kepunahan massal). Mengungkap misteri Surga yang Hilang telusuran Stephen Oppenheimer yang menunjuk Surga di Timur dalam bukunya “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia” 1998, diindonesiakan  “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara”  Ufuk, 2010.
Oppenheimer menunjukan dengan merangkum bukti antara lain dari penanda-penanda genetis Adam dan Eva  bagi sebuah penyebaran Timur ke Barat sebagai berikut: penghapusan 9-bp Asia dibawa ke India selatan sebagai ibu Asia Tenggara, seorang wanita yang mungkin menuturkan bahasa Austronesia. Klan-klan maternal kelompok F dalam klasifikasi Antonio Torroni, yang lebih jelas  tertaut kepada para penutur  Austro-Asiatik di daratan Asia menyebar secara radial  (menjari) ke utara ke Indo-Cina dan Tibet, ke barat yaitu India Utara…. (hal.302). ..
Wilayah yang terpengaruh menyebar dalam sebuah gelombang  dari Pasifik Selatan di tenggara, melalui Asia Tenggara, Cina selatan, India, Arab, Timur Tengah, dan akhirnya ke mediterania di Barat Laut (hal.303). Dengan demikian dari telusuran Oppenheimer, bahwa misteri Benua yang Hilang atau Surga yang Hilang itu sesungguhnya berada di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi sebagai bagian kepulauan Asia Tenggara (Bandingkan http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/30/benua-yang-hilang-tempat-penciptaan-dan-kediaman-adam-eva-beserta-listofernya–529175.html.
Penemuan Homo Floresiensis dan fosil Gajah (tahun 2003) di Liang Bua, Ruteng, Manggarai Raya (Pulau Flores bagian Barat) dan Pembuktian Oppenheimer, menandaskan keberadaan awal manusia perempuan di dunia di wilayah Kepulauan Matahari Purba (Solor) yang mencakup Nusa Tenggara-Maluku-Sulawesi. Letak lokasi geografis ini sebelum kajian Oppenheimer mengenai penyebaran awal manusia, maka Garis Wallace-Weber yang disempurnahkan oleh Thomas Huxley, telah menegaskan dunia purba flora-fauna. Poros-nya di wilayah yang dibuktikan Oppenheimer itu.
Berikut kajian F.A.E. van Woden 1935 dari universitas Leiden, Negeri Belanda, dalam disertasinya “SOCIALE STRUCTURTYPEN IN DE GROOTE OOST” 1935, diindonesiakan “KLEN, MITOS, DAN KEKUASAAN, Struktur Sosial Indonesia Bagian Timur” 1985, menunjuk praktek budaya Chemistry (Keharmonisan/Kedamaian) itu di wilayah Nusa Tenggara-Maluku: dalam Konsep DUALISME KOSMOS (langit-bumi/Peradaban) dan DUALISME SOSIAL (Manusia Perempuan-Laki/Kebudayaan). Dipraktekan sampai sekarang di kepulauan Solor (Solor=Matahari): Adonara-Solor-Lembata, juga di pulau Flores bagian Timur (LAMAHOLOT) dengan sebutan LEWOTANAH.  Persilangan Peradaban (Dualisme Kosmos: Matahari-Bulan/Rera-Wulan dengan Bumi/Tanah-Ekan) dengan Kebudayaan (Dualisme Sosial: PerempuanLaki)=SALIB=LEWOTANAH.(Bandingkan http://filsafat.kompasiana.com/2012/08/01/lewotanah-surga-positivisme-surga-empirisme-bangsa-lamaholot-simbol-kepulauan-matahari-purba-nusa-tenggara-maluku/Artinya saya mau katakan bahwa keberadaan Flora-Fauna, keberadaan Manusia AWAL dari Kepulauan Matahari (Solor) Purba: Nusa Tenggara (minus Bali)-Maluku-Sulawesi.
Dari sana pula asal-usul budaya chemistry, keharmonisan dan kedamaian itu. Kalau Wallace-Weber membuktikan melalui penyebaran Fauna-Flora, maka Oppenheimer membuktikan dengan penyebaran awal GEN manusia Asli, juga bahasa Austronesia sebagai sumber Aslibahasa dunia, dengan berbagai bukti arkeologis yang ditunjuk dalam bukunya SURGA DI TIMUR, khususnya bab 2 hal. 53-96 dan bab 5 hal. 191-244 (bandingkan catatanku: http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/27/bahasa-austronesia-sumber-asli-bahasa-dunia-dan-awal-mula-penyebaran/).
Ciri khusus flora yang menandai wilayah Taman Eden yang hilang seperti disebut filsuf Plato, Wangi-wangian (Cendana-Cengkeh-Pala) memang di wilayah ini. Begitupun wilayah itu menjadi tempat pertemuan antara TIMUR dengan BARAT, di saat hanya jalan itu yang dapat terlintasi dari TIMUR ke BARAT atau sebaliknya. Keunikan flora ini telah  menjadi perselisihan bangsa Eropa (Spanyol-Portugal) yang harus dilerai/mediasi oleh Vatikan (Bandingkan http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/24/cendana-cengkeh-pala-sebagai-pembuka-tabir-misteri-geografis-atlantis-yang-hilang/.)
Begitupun ciri fauna yang disyaratkan filsuf Plato, seperti Gajah (penemuan fosil gajah purba di Flores), juga GADING gajah itu sampai kini menjadi belis (mas kawin)  pada masyarakat Lamaholot pada umumnya (pulau Flores bagian Timur, Adonara, Solor, Lembata),  khususnya masyarakat Pulau Adonara.  Sedangkan secara geologis, maka geografi Nusa Tenggara-Maluku kekinian merupakan daratan baru (listofer) dari benua yang hilang (Atlantis) itu.  Dapat dijelaskan melalui teori pergeseran benua dan dialektika geologi (Bandingkan http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/20/dialektika-geologi-nusa-tenggara-maluku-dan-misteri-india-dalam-mitos-permusuhan-dua-bersaudara-mengenai-penghayutan-benua/.)
Dengan demikian kalau ditandaskan garis Wallace-Weber bahwa Wilayah Poros sebagai wilayah pembagi, dalam pemaknaan Fauna-Flora yang ada di Poros, dapat ke Dataran Sunda (BARAT), juga ke Dataran Sahul (TIMUR), sedangkan di wilayah BARAT tidak mungkin ke TIMUR, dan sebaliknya.  Maka Oppenheimer membuktikan penyebaran manusia AWAL dari wilayah Poros (Nusa Tenggara-Maluku-Sulawesi) itu melalui kajian GEN orang Asli (Bandingkanhttp://sejarah.kompasiana.com/2012/07/02/nusa-tenggara-maluku-dalam-penelusuran-penyebaran-awal-manusia-di-dunia/) dan penyebaran Bahasa Austronesia sebagai sumber Asli berbagai Bahasa di Dunia. (Bandingkan http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/27/bahasa-austronesia-sumber-asli-bahasa-dunia-dan-awal-mula-penyebaran/) (ke Timur, Barat, Utara, selatan) secara rinci: Utara itu ke Cina melalui Sulawesi dan Sabah, Selatan ke Australia (Aborigin), Timur ke Papua dan Pasifik, Barat ke Jawa (Jawa Purba itu satu daratan dengan Kalimantan-Sumatra-Semananjung Malaya) terus ke India-Mesir- Yunani.Tadinya ke Cina itu kelak ke Jepang, juga melalui selat Bering yang dulu masih daratan dengan Amerika akan sampai di Amerika.
Penyebaran yang dikaji Oppenheimer itu lebih menjelaskan kerangka diaspora di saat pemecahan massa benua 3 (kepunahan massal 1)  yang mengakhiri Zaman Mesozoikum (akhir zaman kehidupan menengah). Sedangkan menjadi lebih rinci ditunjuk Arysio Santos dalam buku “Atlantis The Lost Contonent Finally Found, (1997), Indonesia Ternyata Tempat Lahir Perdaban Dunia” (2009, sesungguhnya menjelaskan diaspora saat akhir zaman Neozikum/akhir Zaman Es (kepunahan massal 2) sebagai akhir zaman kehidupan baru.
Walaupun Arysio Santos menunjuk SURGA DI TIMUR itu di paparan Sunda antara Jawa-Kalimantan-Sumatra. Namun yang terpenting di sini rincian penjelasannya tentang penyebaran manusia setelah akhir zaman es (banjir Nabi Nuh) itu untuk membantu pemahaman atas kajian Oppenheimer.
Awal penciptaan, PERADABAN, masih natural-alamiah=ALLAH/Ilahiyah. Di era dominasi Peradaban ini dikenal dengan ATLANTIS LEMURIA . Jadi peradaban yang mendominasi di era Atlantis Lemuria, berakhir sekitar 80 ribu-70 ribu tahun lalu, sebagai akhir dari zaman Mezosoikum (akhir Siklus Peradaban 1).
Substansi ini yang menjadi kecondongan kajian dalam buku TAMAN EDEN DI TIMUR, karya Oppenheimer. Kemudian berkembang ke arah ATLANTIS SANG PUTRA, sebagai era KEBUDAYAAN yang mencondongkan karya berbagai manusia Atlantis dan kehancuran-nya di 11.000 tahun lalu dalam peristiwa banjir Nabi NUH, diketahui sebagai akhir zaman Es/Pleistosen, akhir zaman Neozoikum (akhir Siklus Peradaban 2).
Kemudian berkembang REPLIKA ATLANTIS yang menempatkan India sebagai pusat perkembangan peradaban yang berakhir 5000 tahun lalu (akhir Siklus Peradaban 3).
Sejak 5000 tahun lalu Peradaban dunia bergeser ke Mesir (Dewa Ra/Piramida), Cina (Yin-Yan), Yunani (Filsafat Logika,Etika,Estetika) yang berakhir 2000 tahun lalu (akhir siklus Peradaban 4).
Sejak 2000 tahun lalu berkembang Salib Atlantis dalam REPLIKA SALIB KRISTUS di Israel dan Roma, 1500 tahun lalu dalam KOSMOGRAM ATLANTIS (Bulan Bintang) di Arab sebagai Siklus Peradaban 5.
Semua itu menjadi kecondongan pembuktian pembahasan Arysio Santos dalam bukunya INDONESIA PUSAT PERADABAN DUNIA. Replika-replika Atlantis itu secara sporadis berkembang di seluruh belahan dunia sampai kekinian dan akan datang! Jadi sesungguhnya REVOLUSI NEOLITIKUM yang memperangah dunia waktu itu setelah bencana dasyat BANJIR nabi Nuh (11.000 tahun lalu), dan sampai sekarang (tentu juga akan datang), dengan berbagai kemajuan di Cina, India, Mesir, Yunani, dsb,  datang dari POROS (Timur Terjauh-Barat Terjauh).
Sampai sekarang masih menjadi MISTERI tentang bagaimana terjadi revolusi neolitikum itu, kemajuan sedemikan gemilang waktu itu, yang terus mengilhami berbagai kemajuan sampai kekinian dan tentu juga akan datang!!!, Bagaimana dapat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan?.
Sampai-sampai Karl Marx frustasi dengan filsafat materialisme-nya yang dikenal juga dengan filsafat Marx, lalu menuding revolusi neolitikum sebagai revolusi tukang SIHIR. Maka itu penemuan homo floresiensis sesungguhnya juga menjelaskan titik poros yang memediasi misteri penjelasan manusia Raksasa dengan Manusia Kerdil atau manusia Purba dengan Manusia Moderen.
Karena adanya bencana (kepunahan massal 1 dan 2) di akhir zaman mesozoikum  dan di akhir zaman neozoikum/akhir zaman es menyebabkan manusia, flora, fauna yang selamat menyebar ke berbagai penjuru muka bumi saat itu. Namun dapat terpahami dan termaklumi dalam filsafat purba poros (Solor) dengan simbol ular sebagai matahari purba: “Koten pana doan, Ikung gawe lela naan nuan tutu, nahku nuan tou geniku uliten-empatan muren te Tukak-tukan”, artinya “menyebar sampai jauh ke barat dan bergerak terus sampai ke timur untuk menjadi saksi zaman, namun tetap suatu saat selalu kembali ke poros/ sumber”.
Renungkan!!!…bukan saja Karl Marx yang frustasi, begitupun George Wilhelm Friedrich Hegel dengan filsafat Idealisme-nya yang dikenal juga Filsafat Hegel tidak cermat menjelaskan hal itu. Tidak sampai para filsuf itu saja, melainkan “TUHAN”-pun frustasi, sampai-sampai merusakan bahasa (komunikasi) di antara mereka saat mereka membangun menara babel untuk menyamai “TUHAN”. Apa kata TUHAN: “…mulai sekarang apa yang mereka rencanakan dan lakukan pasti berhasil, maka harus hentikanlah mereka” !!! Artinya kalau itu revolusi (menara babel) demi kemuliaan Tuhan dan kemanusiaan Manusia, tentu TUHAN tidak menghentikan. Namun karena kecongkakan mereka untuk menyamai atau melebihi TUHAN, dalam upaya mereka membangun menara Babel itu yang menjadi persolan (bandingkan Genesis 11:1-9).
Filsuf Hegel dengan filsafat kritisnya telah membedah filosofi kehidupan sebagai sebuah Roh (Sabda). Hanya Hegel mampu sebatas menegaskan bahwa hidup kehidupan dimulai dari Roh yang Idealisme (PIKIRAN), sebagai yang awal (tesis). Dikoreksi oleh Karl Marx (antitesis), bahwa hidup kehidupan dimulai Roh yang nyata (Materialisme). Tesis Hegel selanjutnya dikenal sebagai filsafat Idealisme, antitesis Marx di kenal sebagai filsafat Materialisme.
Memahami  hidup kehidupan (di Poros Bumi) Kepulauan Matahari (Solor) Purba (Maluku-Sulawesi-Nusa Tenggara), maka tercermarti Filsafat Hegel sebagai Taran Wanan (tesis)/Filsafat Barat, sedangkan filsafat Marx sebagai Taran Neki (antitesis) Filsafat Timur.
Sedangkan Filsafat Solor Purba (PANCASILA) sebagai sintesa merupakan Filsafat Poros, terilham dalam diri putra fajar Bung Karno semasa pengasingan di Kota Ende (Pulau Flores 1934–1938) sebagai wilayah Kepulauan Matahari Purba (Solor=Matahari). Dengan Filsafat Poros sebagai AWAL keberadaan Peradaban dan Kebudayaan DUNIA yang sampai kekinian di praktekan dalam format keyakinan LEWOTANAH bagi suku bangsa Lamaholot di Nusa Tenggara Timur (bandingkanhttp://sosbud.kompasiana.com/2012/07/27/peradaban-lamaholot-di-nusa-tenggara-timur-dan-brahmanisme/, juga Catatan-ku:http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/26/peradaban-lewotanah-lamaholot-dalam-trinitas-kepemimpinan-purba-indonesia-timur-dan-atlantis-yang-hilang/.
Filsafat Roh, filsafat Poros sebagai pendialektika demi menjawab filsuf Kant yang menggelisahkan “ada sesuatu” di antara filsafat Dua Dunia-nya Plato dan yang menyatukan Satu Dunia-nya Aristoteles. Bung Karno dengan filsafat Pancasila sebagai pendialektika demi mendamaikan/menselaraskan/menserasikan filsafat Barat (Hegel: Kapitalisme) dengan filsafat Timur (Marx: Sosialisme). Maka ada pendapat, bahwa orang Cina (Filsafat Timur) maju untuk kekayaan materi, orang barat untuk kehebatan pikiran (Filsafat Barat), sedangkan orang lamaholot (sampel Kepulauan Solor Purba: Nusa Tenggara-Maluku-Sulawesi) berkekayaan nurani, atadiken (manusia) sebagai sumber filsafat Poros yang telah mengihlami Bung Karno. Atau filsuf Plato dengan filsafat Dua Dunia-nya (Dunia JIWA/Hegel dan Dunia Badan-Raga/Marx.
Maka menyatukan JIWA  dengan  BADAN  itu adalah: ROH/Pancasila-Bung Karno, sekaligus menjawab filsafat Satu Dunia-nya Aristoteles. Orang Timur (CINA) boleh  mempunyai kekuasaan materi (raga/badan), orang Barat boleh hebat (kaya) pikiran (jiwa), tetapi orang Lamaholot/Solor Purba mempunyai keagungan NURANI/ROH  (kemanusiaan) yang menyatukan JIWA dengan BADAN. Filsafat BARAT/tesis, Filsafat TIMUR/antitesis, Filsafat POROS (PANCASILA/KODA) sebagai sintesa.
Kalau cermati dialektika berfilsafat ini, maka memang MANUSIA itu berawal dari POROS (Nurani),  menyebar ke BARAT yang lebih mengutamakan pikiran, dan menyebar ke TIMUR yang lebih mengutamakan Raga/materi: nyata. Artinya konflik antara BARAT/tesis dengan TIMUR/antitesis,  maka sintesa itu di POROS. Maka bukan berlebihan secara keyakinan kalau ada yang berseloroh bahwa konfik di Timur Tengah antara PALESTINA dengan YAHUDI hanya bisa selesai/damai secara tuntas kalau dengan cara/ritus Solor (Matahari) Purba: Nusa Tenggara-Maluku, yang sampai kini dipraktekan di LAMAHOLOT, yang dikenal dengan LEWOTANAH. Seloroh yang demikian tentu sebagai orang yang mengetahui dan meyakini bahwa SALIB KRISTUS itu sesungguhnya REPLIKA dari SALIB ATLANTIS=LEWOTANAH, maka setelah terselesaikan/damai dengan cara Lamaholot (baca: Adonara), tentu dengan cara KRISTUS sebagai penyelamat/pendamai ABADI.
Maka itu harus berdoa dengan sungguh-sungguh sesuai pola keyakinan kepada YESUS KRISTUS supaya perdamaian menjadi nyata di bumi maupun di akhirat, bagi setiap orang berpemeluk AGAMA apa saja !!!. Karena Kristus  datang  bukan membawa salah satu  agama melainkan membawa TERANG untuk semua manusia dan alam semesta. Jadi Kristus sendiri datang ke dunia tidak pernah memproklamirkan diri membawa agama tertentu untuk sekelompok umat manusia di Bumi, melainkan membawa terang yang menerangi dan mencahayai seluruh umatmanusia dengan alam semesta-NYA!!!.
Dataran Poros: sejatinya sebagai wilayah Alpha-Omega dunia Awal kehidupan di wilayah Poros Dunia Lama (Purba), yang membagi ke Timur dan Barat, juga ke Utara dan Selatan. Barat dalam simbol Dataran Sunda (Jawa Purba) dan Madagaskar, Timur dalam simbol Kepulauan Aru dan Papua, Selatan ke Australia dan Selandia Baru, Utara ke Cina, seperti telah dibuktikan oleh Oppenheimer. Dalam perkembangan replika perubahan, atau pengulangan sesuai gagasan Plato, lebih mencerminkan Poros dengan penyebaran ke Timur dan Barat. Akhir zaman es/akhir zaman neozoikum menempatkan surga yang hilang di India sebagai Poros (keyakinan sepasang pilar di timur dan sepasang pilar di barat, pilar ke lima adalah poros), Timur di Cina (Yin-Yan), Barat di Mesir (piramida). Bergeser ke Yunani- Israel sebagai Poros, Timur di Arab, Barat di Roma. Yunani dengan filsafatnya Logika-Estetika-Etika, Israel dengan Salib Yahudi.Roma dengan filsafat Barat, salib kristus, Arab dengan filsafat Timur, kosmogram atlantis.
Kekinian Poros bergeser ke Amerika Serikat, dengan blok Timur Cina-Rusia, cs, blok Barat Eropa, cs. Dalam arti dapat tercermati bahwa wilayah awal mula, yang sesungguhnya menjadi wilayah penciptaan dan kediaman Adam dan Eva, yakni di Dataran POROS (dengan pulau-pulau kecil lain di lautan pasifik, termasuk filipina). Wilayah/Dataran ini sebagai listofer (Daratan Baru yang muncul) akibat tenggelamnya benua (Atlantis), yang populer disebut Benua yang Hilang, sering disebut juga dengan Surga yang Hilang http://sejarah.kompasiana.com/2013/01/30/benua-yang-hilang-tempat-penciptaan-dan-kediaman-adam-eva-beserta-listofernya–529175.html .
Seperti telusuran kritis Lokasi Eden menurut Jewish Encyclopedia: penulis-penulis ternama mengatakan: Targum Yerushalmi menerjemahkan Havalilah dengan Hindiki[Hindustan atau India], dan membiarkan Pison tidak diterjemahkan, Saadia Gaon, dalam terjemahan Arab-nya, menerjemahkan Pison sebagai NIL, yang ditertawakan oleh Ibn Ezra sebagai “sudah jelas-jelas diketahui bahwa Eden berada lebih jauh ke selatan, di Khatulistiwa”.
Nahmanides sepakat dengan pandangan ini. Ceritra kedatangan orang Yahudi di Yerusalem dari “Aden, tanah tempat Gan Eden [maksudnya Garden of Eden atau Taman Eden] yang termashur dan ternama berada, yaitu di tenggara Assyria”….Sungai Pertama, Pison kemungkinan mengarah ke sungai Indus, yang mengelilingi Hindustan, memperkuat Targum Yerushalmi, (Arysio Santos,hal.505-506)
Benarlah, penegasan Arysio Santos bahwa berbagai sosok hebat yang dipuja dan dikenal sampai kekinian, merupakan putra-putri Atlantis keturunan dewa yang kemudian menyinari seluruh dunia  dengan Cahaya Ibu Agung Perawan.  Para pahlawan atau malaikat, dewa-dewi yang berperanan dalam semua perkembangan peradaban, aslinya berasal dari sebuah daratan yang tenggelam dan menghilang di bawah air, persis seperti Atlantis.
Kebetulan wilayah delta sungai Gangga disebut Bengal (atau Bengala), sebuah nama yang diturunkan dari bahasa Dravida (beng-ala) dan berarti ”tanah rawa yang tenggelam”. Nama ini sinonim dengan sebutan Atlantis itu sendiri dari bahasa Sansekerta, dari kata a-tala (dataran yang tenggelam) dan karenanya tak ada celah untuk meragukan hubungannya dengan Benua yang Hilang atau Surga yang hilang itu sendiri, yakni berlokasi di Indonesia (Arysio Santos, hal 156).
Maka itu asal-usul leluhur orang-orang Mesir, dalam penandasan Arysio Santos bahwa Indonesia adalah Punt yang merupakan tanah leluhur (Tower ), Pulau Api, tempat bangsa Mesir semula berasal, pada zaman dahulu sekali. Bangsa itu terpaksa keluar karena bencana alam yang meluluhlantahkan tanah asal mereka, Indonesia (Punt), mereka pindah ke Tanah Harapan di Timur Dekat. Mesir adalah Het-ka-Ptah, “kediaman kedua Ptah”. Ptah adalah Pencipta Tertinggi dalam pantheon Mesir. Dia melambangkan paideuma, yaitu seluruh kebudayaan dan peradabannya.
Dari “Tanah Para Dewa” inilah bangsa Arya, Yahudi, dan Funisia juga berasal, demikian juga beberapa bangsa lain berketurunan campuran yang membangun peradaban luar biasa di masa kuno, termasuk bangsa Amerika (hal 131). Dengan demikian alpha-omega sesungguhnya pernah terjadi pada kepunahan massal 1, yang menutup/mengakhiri zaman hidup menengah (akhir zaman mezosoikum), yakni akhir dari siklus kehidupan pertama sekitar 80 ribu – 75 ribu tahun lalu. Arisyo Santos mengklasifikasinya sebagai berakhirnya Atlantis Lemuria, yang kami cermati sebagai era berakhirnya dominasi Peradaban. Sedangkan kepunahan massal 2 mengakhiri zaman hidup baru, akhir zaman es, yakni akhir dari siklus kehidupan kedua sekitar 11.000 tahun lalu.
Arysio Santos mengklasifikasinya sebagai berakhirnya Atlantis Sang Putra, yang tercermati sebagai era berakirnya dominasi Kebudayaan. Atlantis Lemuria dan Atlantis Sang Putra menjelaskan awal penciptaan yang terjadi di Dunia Purba/Lama: wilayah Poros (Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi sebagai sampel listofer dari Benua yang Hilang/Surga yang Hilang, wilayah Benua Atlantis), wilayah Barat di dataran Sunda (Daratan Jawa Purba, bagian dari Benua Asia), wilayah Timur di dataran Sahul (Kep Aru, Pulau Irian, bagian dari Benua Australia). Cross antara Atlantis Lemuria dengan Atlantis Sang Putra, oleh filsuf Plato menyebut sebagai sebuah tata peradaban masyarakat sipil yang sangat tinggi, sebagai ibu kandung peradaban dunia. Arysio Santos menyebut sebagai Salib Atlantis, Van Wouden mengistilahkan Dualisme Kosmos (Langit-Bumi) dengan Dualisme Sosial (Wanita-Laki) sebagai tata struktur sosial Indonesia Timur, yang dalam pencermatan kami selama ini diterapkan di Kepulauan Solor (Adonara, Solor, Lembata) dan masyarakat di ujung timur Pulau Flores di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan sebutan Lewotanahhttp://filsafat.kompasiana.com/2012/08/01/lewotanah-surga-positivisme-surga-empirisme-bangsa-lamaholot-simbol-kepulauan-matahari-purba-nusa-tenggara-maluku/
Siklus kehidupan ketiga, setelah akhir zaman es menempatkan India sebagai wilayah Poros, Timur di Cina, Barat di Mesir, yang oleh Arysio Santos memperkenalkan sebagai era Replika Atlantis.
Replika Surga yang Hilang (salib atlantis) di India sebagai Poros (keyakinan sepasang pilar di timur dan sepasang pilar di barat, pilar ke lima adalah poros), Timur di Cina (yin-Yan), Barat di Mesir (piramida), berakhir 5000 tahun lalu. KemudianReplika Surga yang Hilang (Salib Atlantis) bergeser ke Yunani- Israel sebagai Poros, Timur di Arab, Barat di Roma. Yunani dengan filsafatnya Logika-Estetika-Etika, Israel dengan Sepuluh Perintah Allah/Salib Yahudi. Roma dengan filsafat barat, salib kristus, Arab dengan filsafat Timur, kosmogram atlantis, berakhir 3000 tahun lalu. Dilanjutkan 2000 tahun lalu sebagai penegasan Replika Surga yang Hilang berporos di Israel dengan Salib Yahudi, Barat di Roma dengan Salib Kristus, Timur di Arab dengan Kosmogram Atlantis.
Diselingi era pencerahan pada tahun 1600-1800  lalu sebagai era Moderen yang menandakan tampilnya Ilmu Pengetahuan dan teknologi (iptek) mengoreksi kegelapan zaman pertengahan (1500 tahun lalu). Penutup Di era modern yang mengecohkan dengan menandai poros perubahan di mulai dari Barat, seolah-olah ilmu pengetahuan tentang Manusia dan Alam Semesta itu bersumber dari Barat. Menempatkan Inggris sebagai wilayah reformasi perubahan melalui common law-nya dengan Perancis sebagai wilayah revolusi perubahan melalui civil law-nya.
Sedangkan Belanda, Spanyol, Portugal sebagai ujung tombak perubahan yang melakukan invasi, kemudian menjajah dengan niat mencari dan menemukan wilayah Surga yang Hilang itu http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/24/cendana-cengkeh-pala-sebagai-pembuka-tabir-misteri-geografis-atlantis-yang-hilang/. Dalam perkembangan sampai kekinian seolah-olah poros bergeser ke Amerika Serikat, dengan blok Timur Cina-Rusia, cs, blok Barat Eropa, cs. Amerika Serikat dengan anglo-saxon law-nya, yang sering membuat keberadaannya sebagai “polisi dunia”, dalam membendung segala perseteruan gelobal dunia yang bernuansa blok Timur vs blok Barat, walaupun sering lebih memihak kepentingan Barat. Ke depan Indonesia Raya memainkan peran pendialektika (sebagai Poros) dalam perseteruan antara blok Timur vs blok Barat, karena sesungguhnya Pancasila digagaskan Bung Karno 1945, menjadi Poros penselaras-serasi-seimbang antara Kapitalisme (Barat) vs Sosialisme (Timur). Dataran Poros (wilyah Nusa Tenggara-Maluku-Sulawesi sebagai sampel listofer dari Benua yang Hilang/Surga yang Hilang): sejatinya sebagai Alpha-Omega dunia, wilayah awal penciptaan dunia dan kelak menjadi wilayah akhirat dunia.***
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/pinorokan/alpha-omega-gagasan-pengulangan-plato-mengungkap-misteri-surga-yang-hilang_552b26edf17e618b76d623f2

Tidak ada komentar: